Rekonstruksi Sanksi Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Berparadigma Green Victimology
Isi Artikel Utama
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua persoalan, yaitu: 1) Bagaimana urgensi rekonstruksi sanksi pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup dari paradigma Green Victimology?; dan 2) Bagaimana rekonstruksi sanksi pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup berparadigma Green Victimology?. Untuk menjawab persoalan tersebut, penulis melakukan penelitian doktrinal menggunakan data sekunder dengan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) urgensi rekonstruksi sanksi pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup didasarkan pada belum adanya konsistensi sanksi yang berorientasi pada lingkungan, sehingga sanksi pidana berupa pemulihan tidak berjalan optimal. Mendasarkan pada paradigma green victimology, korban tindak pidana lingkungan hidup sesungguhnya adalah lingkungan hidup. Dengan demikian, sanksi pidana berupa pemulihan perlu ditempatkan sebagai pilihan utama; 2) Rekonstruksi sanksi pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup berparadigma Green Victimology dapat dilakukan dengan beberapa alternatif diantaranya: menjadikan pemulihan sebagai sanksi pidana pokok atau menegaskan Double-Track System berupa pengenaan sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan, di mana sanksi pidana tambahan yang diwajibkan adalah pemulihan. Adapun apabila sanksi pidana tambahan berupa pemulihan tidak dapat dilakukan, maka sanksi pidana tambahan berupa perampasan aset atau penutupan kegiatan usaha dapat dikenakan sebagai pengganti. Pelaksanaan tindakan pemulihan diawasi oleh jaksa dengan melibatkan berbagai Stakeholder seperti masyarakat terdampak, pemerhati lingkungan hidup, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Rincian Artikel

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.